Devinisi theologi tentang dosa adalah kurang menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan. Kebanyakan ahli theologi membedakan antara dua macam dosa. Yang satu karena dosa kelalaian - hal-hal yang tidak jadi kita lakukan. Yang lain adalah dosa karena perbuatan - hal-hal yang salah yang kita lakukan.
Pada waktu kata dosa
(hamartia) dipakai di dalam Perjanjian Baru, itu berarti "tidak mencapai sasaran". Sasaran yang tidak tercapai itu adalah Allah. Dosa kita mungkin melibatkan orang lain, tetapi dosa yang sesungguhnya yang kita perbuat adalah terhadap Allah. Daud menyadari hal ini ketika ia berkata, "Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa" (Mazmur 51:6). Di satu segi hal ini tidak benar. Ia berdosa terhadap Batsyeba dan Uria, ia berdosa terhadap bangsanya, ia berdosa terhadap dirinya. Namun, ia menyadari bahwa pada hakikatnya dosa yang dilakukannya adalah terhadap Allah.
Pada waktu saya berbuat dosa, persekutuan saya dengan Bapa sorgawi putus. Ada perbedaan antara persekutuan yang putus dengan hubungan yang putus. Jika saya menyakiti hati istri saya maka saya memutuskan persekutuan, tetapi saya tidak memutuskan hubungan perkawinan. Mungkin kami tidak berbicara selama sehari, tetapi kami masih merupakan pasangan yang telah menikah. Demikian juga dosa mempengaruhi persekutuan saya dengan Allah, tetapi bukan hubungan saya dengan Dia.
Ketika kita berbuat dosa, kita hanya mempunyai dua pilihan. Kita dapat menutupinya, atau kita dapat mengakuinya. Jika kita berkata bahwa kita tidak berbuat dosa, kita membuat Allah menjadi pendusta (1 Yohanes 1:10). Untuk mengakui dosa kita perlu melakukan tiga langkah ini:
Pengakuan, mengakui kita telah berbuat dosa;
Kehancuran hati, setuju dengan pandangan Allah mengenai dosa kita; dan
Perubahan, berbalik dari dosa kita melalui pertobatan. Sesungguhnya, kita belum mengakui dosa kita sampai kita berhenti berbuat dosa itu. Jika kita terus melakukan dosa kita, kita hanya bermain-main saja. Kita harus mengubah pola kebiasaan lama kita.
Bagaimana kita dibebaskan dari akibat dosa? Paulus berkata dalam Roma 7:19, "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." Akan tetapi, Yesus berkata, "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka" (Yohanes 8:36). Kelepasan dari dosa diakibatkan oleh: berjalan dalam terang (mengetahui apa yang dikehendaki Tuhan dari saya) dan menaati perintah Tuhan. Jika kita ingin kelepasan dari dosa, kita harus menjawab pertanyaan, Berapa besar keinginan saya untuk menanggapi Firman Allah? Jikalau kita ingin menanggapinya, maka itulah yang akan terjadi. Kita bebas untuk memilih, tetapi kita tidak bebas untuk melarikan diri dari akibat-akibat pilihan kita. Orang yang berada di tingkat 10 sebuah gedung bebas untuk melompat dari sebuah jendela, tetapi setelah ia melompat dari jendela itu ia harus tunduk kepada hukum yang akan menghancurkan tubuhnya di aspal yang di bawah itu.
Kehidupan Kristen merupakan soal membuat pilihan dan keputusan yang benar. Bagaimana pun juga, kita harus ingat bahwa meskipun kita yang memilih, kuasa untuk melaksanakan itu datang dari Allah. Kita memilih untuk melakukan sesuatu, tetapi kemudian Tuhanlah yang melakukannya melalui kita. Jika tidak demikian, tak seorang pun dari kita yang bisa menjadi orang Kristen.
Kita semua terikat kepada dosa, sebab kita semua adalah orang berdosa. Pertanyaannya bukan, Kapan kita akan berhenti berbuat dosa? tetapi, Apa yang bisa kita pelajari dari kegagalan kita? Ketika kita menyadari bahwa kita tidak mampu mengalahkan dosa - hanya Tuhan yang mampu - maka kita telah menemukan hakikat kehidupan Kristen.
Kehidupan Kristen tidak sulit; melainkan tidak mungkin. Kehidupan itu bersifat adikodrati. Jika saya mencoba, saya gagal; tetapi jika saya percaya, Allah berhasil.